Madiun, gradasigo - Sertifikasi halal menjadi salah satu aspek penting bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) di Indonesia, terutama dalam meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen. Namun, proses sertifikasi ini seringkali dianggap mahal dan rumit oleh UMK. Kabar baiknya, pemerintah telah memberikan solusi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021, yang memungkinkan UMK untuk memperoleh sertifikat halal secara gratis melalui skema self declare. Berikut adalah ulasan lengkap mengenai mekanisme pembiayaan dan implementasinya di lapangan.
Pembiayaan Sertifikasi Halal Skema Self Declare
Berdasarkan PP No. 39/2021, sertifikasi halal skema self declare bagi UMK dibiayai oleh fasilitator, yang bisa berasal dari berbagai sumber, antara lain:
- Pemerintah Pusat dan Daerah melalui anggaran APBN dan APBD.
- Perusahaan swasta yang memberikan bantuan melalui program tanggung jawab sosial (CSR).
- NGO (Non-Governmental Organizations) yang bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi dan sosial.
- Sumber lain yang tidak mengikat, seperti donasi dari individu atau lembaga filantropi.
Dengan adanya fasilitator ini, beban biaya sertifikasi tidak lagi menjadi kendala bagi UMK untuk mendapatkan label halal pada produk mereka.
Rincian Biaya Sertifikasi Halal Self Declare
Walaupun secara umum gratis bagi UMK, ada beberapa komponen biaya dalam proses sertifikasi yang tetap perlu dicatat. Biaya ini bukan ditanggung oleh pelaku UMK, melainkan dianggarkan oleh fasilitator dari sumber-sumber yang telah disebutkan. Berikut rinciannya:
Jenis Biaya | Jumlah (Rp) |
---|---|
Pendaftaran pemeriksa kelengkapan dokumen | 25.000 |
Supervisi dan monitoring oleh pendamping halal | 25.000 |
Insentif pendamping proses produk halal | 150.000 |
Sidang fatwa halal oleh Majelis Ulama Indonesia | 30.000 |
Total Biaya | 230.000 |
Dengan anggaran ini, pemerintah dan fasilitator memastikan bahwa UMK tidak perlu membayar sepeser pun dalam memperoleh sertifikasi halal melalui skema self declare.
Implementasi di Lapangan: Tantangan dan Peluang
Pada praktiknya, banyak UMK yang belum memanfaatkan fasilitas ini secara optimal. Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya informasi yang sampai kepada pelaku usaha mengenai skema pendanaan ini. Selain itu, tidak semua daerah memiliki fasilitator yang aktif untuk mendukung proses pendampingan produk halal. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah daerah, LPH (Lembaga Pemeriksa Halal), dan komunitas pengusaha sangat diperlukan.
Di lapangan, Yayasan Media Madiun, misalnya, telah mengambil langkah konkret dengan menjadi fasilitator bagi UMK yang ingin memperoleh sertifikat halal melalui program pendampingan dan pelatihan. Dalam pelaksanaannya, Yayasan Media Madiun bekerjasama dengan LP3H UIN Sunan Kalijaga Cabang Jawa Timur, dalam proses pendampingan dan verifikasi lapangan ke pelaku usaha. Dengan adanya dukungan seperti ini, diharapkan UMK dapat lebih kompetitif dan mampu menembus pasar yang lebih luas, termasuk ekspor.
Dorong UMK Anda untuk Sertifikasi Halal!
Sebagai pelaku UMK, jangan lewatkan kesempatan emas ini. Dapatkan sertifikat halal untuk produk Anda dan tingkatkan daya saing di pasar. Bergabunglah dengan program pendampingan dari Yayasan Media melalui situs kami di yayasanmedia.org.
Gunakan #HalalSelfDeclare #SertifikasiHalalUMK #YayasanMedia #UMKMandiri #DukungUMKM dan sebarkan informasi ini untuk mendukung lebih banyak UMK dalam memperoleh sertifikasi halal yang dibutuhkan!
Dapatkan informasi lebih lanjut dengan mengunjungi yayasanmedia.org. Mari bersama-sama wujudkan ekosistem halal yang kuat di Indonesia!