Palembang, gradasigo — Pengelolaan aset negara yang bernilai triliunan rupiah, seperti yang diemban oleh PT Jakabaring Sport Center (JSC) di Palembang, seringkali menghadirkan tantangan tersendiri. Meskipun mampu menghasilkan keuntungan operasional yang signifikan, mekanisme akuntansi, khususnya terkait dengan penyusutan aset, dapat menjadi penghalang bagi kontribusi maksimal BUMD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal inilah yang saat ini dialami oleh JSC, pengelola kompleks olahraga kebanggaan Sumatra Selatan.
Di tengah sorotan mengenai status kesehatan finansial sejumlah BUMD di Sumsel, termasuk JSC yang sempat dikategorikan tidak sehat, Direktur Pemasaran dan Operasional PT JSC, Geri Radityo Suparudin, tampil memberikan penjelasan.
Ia mengungkapkan bahwa JSC berhasil mencatatkan laba operasional sebesar Rp 4,4 miliar pada tahun 2024, meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Namun, laba yang seharusnya bisa menjadi kontribusi bagi APBD tersebut tergerus oleh beban penyusutan aset yang nilainya mencapai Rp 7 miliar hingga Rp 8 miliar per tahun.
Aset JSC yang mencapai nilai fantastis, sekitar Rp 5,6 triliun, memang menjadi modal utama dalam penyelenggaraan berbagai event olahraga dan non-olahraga berskala nasional maupun internasional. Namun, di sisi lain, nilai aset yang besar ini juga membawa konsekuensi berupa beban penyusutan yang tinggi.
Dalam akuntansi, penyusutan adalah alokasi sistematis harga perolehan suatu aset tetap selama masa manfaatnya. Semakin besar nilai aset, semakin besar pula beban penyusutan yang harus dicatat setiap tahunnya.
Geri Radityo Suparudin menjelaskan bahwa meskipun secara tunai (cash basis) JSC menghasilkan keuntungan dari berbagai aktivitas operasionalnya, namun beban penyusutan yang mencapai miliaran rupiah tersebut menyebabkan JSC mencatatkan kerugian secara pembukuan (accrual basis). Akibatnya, laba operasional yang ada tidak dapat disalurkan sebagai dividen kepada kas daerah.
“Secara operasional, kita sehat dan menghasilkan keuntungan. Berbagai event di tahun 2023 dan 2024 membuktikan itu. Tapi, karena kita memiliki aset yang sangat besar, beban penyusutannya juga besar sekali. Inilah yang membuat kita terlihat merugi secara akuntansi dan tidak bisa memberikan dividen,” terang Geri.
Menyadari kondisi yang dilematis ini, manajemen JSC telah mengajukan usulan strategis kepada Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan dan DPRD Sumsel. Usulan tersebut adalah agar kepemilikan aset-aset JSC dikembalikan kepada Pemprov Sumsel. Dengan demikian, JSC akan berperan sebagai operator atau pengelola kompleks olahraga tersebut, tanpa lagi dibebani dengan biaya penyusutan aset yang sangat besar.
Langkah ini diharapkan dapat membebaskan JSC dari beban akuntansi yang selama ini menghambat kontribusinya terhadap APBD. Sebagai operator, JSC dapat menyetorkan keuntungan operasional yang berhasil diraih kepada kas daerah, tanpa harus dikurangi oleh beban penyusutan aset yang tidak relevan dengan kinerja operasional perusahaan.
“Kita sudah menyampaikan usulan ini dalam rapat dengan Komisi III DPRD Sumsel dan RUPS. Kami berharap dengan menjadi pengelola saja, tanpa memiliki aset, JSC bisa memberikan kontribusi nyata kepada APBD melalui laba operasional. Kami sedang mencari tahu regulasi yang memungkinkan hal ini kepada Kemendagri,” ujar Geri.
Kasus yang dialami oleh JSC ini memberikan gambaran yang menarik mengenai tantangan pengelolaan BUMD yang memiliki aset infrastruktur besar. Mekanisme akuntansi yang umum diterapkan mungkin kurang relevan dalam mengukur kinerja operasional perusahaan-perusahaan semacam ini.
Fokus yang lebih besar mungkin perlu diberikan pada kemampuan BUMD dalam menghasilkan pendapatan dan mengelola operasional secara efisien, terlepas dari beban penyusutan aset yang bersifat non-tunai.
Usulan JSC untuk mengalihkan kepemilikan aset juga membuka diskusi mengenai model pengelolaan aset-aset negara yang lebih efektif. Apakah model kepemilikan saat ini sudah optimal, atau perlu ada alternatif lain yang dapat memaksimalkan potensi BUMD dalam memberikan kontribusi kepada daerah?
Terlepas dari polemik status kesehatan finansial dan beban penyusutan aset, JSC tetap optimis dengan prospek kinerjanya di tahun 2025. Dengan target laba yang dinaikkan menjadi Rp 9 miliar, JSC berencana untuk terus meningkatkan frekuensi dan kualitas event yang diselenggarakan di kompleks olahraga Jakabaring.
Berbagai event nasional dan internasional yang telah dijadwalkan diharapkan dapat menjadi pendorong utama pertumbuhan pendapatan JSC.
Keberhasilan JSC dalam menarik berbagai event bergengsi, seperti potensi event jetski internasional, Porprov Korpri, Porka PT KAI, Pornas Korpri, serta konser musik dan pameran, menunjukkan bahwa kompleks olahraga ini memiliki daya tarik yang kuat.
Dengan pengelolaan yang profesional dan strategi pemasaran yang efektif, JSC berpotensi untuk terus meningkatkan kontribusinya bagi perekonomian daerah, meskipun tantangan beban penyusutan aset masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan.