Tren

Fenomena 'Doom Spending': Mengapa Kita Semakin Boros di Tengah Ketidakpastian?

Fenomena Doom Spending. Foto : detik.net.id

Fenomena Doom Spending. Foto : detik.net.id

Madiun, gradasigo - Di tengah krisis ekonomi global, pandemi, dan ketidakpastian masa depan, fenomena baru yang dikenal sebagai doom spending semakin sering terjadi.

Istilah ini menggambarkan kebiasaan orang-orang yang, di tengah situasi krisis, justru lebih sering berbelanja tanpa perencanaan yang matang.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa faktor psikologis yang mendorong perilaku ini? Artikel ini mengupas hasil riset terbaru dan pendapat para ahli mengenai doom spending.

Apa Itu Doom Spending?

Doom spending adalah istilah yang merujuk pada tindakan berbelanja secara impulsif atau berlebihan ketika seseorang berada di bawah tekanan mental, seperti ketidakpastian ekonomi atau sosial.

Fenomena ini sering terlihat pada masa krisis global, seperti pandemi COVID-19 atau resesi ekonomi. Orang-orang yang terlibat dalam doom spending sering merasa cemas tentang masa depan dan mencari pelarian sementara melalui konsumsi yang tidak terencana.

Riset Mengenai Doom Spending

Beberapa riset terkini menunjukkan bahwa fenomena ini bukan hanya gejala sesaat, tetapi terkait erat dengan perilaku psikologis yang mendalam.

Studi yang dilakukan oleh Harvard Business Review dan Psychological Science menunjukkan bahwa ketidakpastian dan tekanan ekonomi dapat memicu kecenderungan untuk menghabiskan uang secara berlebihan sebagai mekanisme koping atau pengalihan emosi.

Salah satu riset yang paling terkenal adalah dari tim peneliti di University of Chicago yang menemukan bahwa ketidakpastian membuat otak manusia cenderung mencari "kepuasan instan." Dalam hal ini, berbelanja menjadi salah satu cara paling cepat untuk mendapatkan perasaan lega, meskipun sementara.

Pendapat Para Ahli

Psikolog konsumen, Dr. Scott Rick dari University of Michigan, menjelaskan bahwa doom spending sering kali disebabkan oleh rasa kehilangan kontrol. “Saat seseorang merasa hidupnya tidak bisa diprediksi, salah satu cara untuk meraih kembali rasa kontrol adalah dengan mengendalikan aspek-aspek kecil seperti keputusan pembelian,” ungkapnya.

Selain itu, berbelanja juga memberikan sensasi positif yang bersifat sementara, mirip dengan efek dari aktivitas rekreasi lainnya, seperti makan atau hiburan.

Senada dengan pendapat tersebut, Dr. April Benson, penulis buku To Buy or Not to Buy, menyatakan bahwa di masa-masa krisis, orang cenderung mengalami tekanan emosional yang mendorong perilaku kompulsif.

Berbelanja, menurutnya, adalah salah satu cara untuk mengatasi kecemasan tersebut, meskipun tidak selalu efektif dalam jangka panjang.

“Ironisnya, banyak yang akhirnya merasa lebih cemas setelah berbelanja, terutama ketika mereka menyadari bahwa pembelian tersebut tidak menyelesaikan masalah yang mendasarinya,” jelas Dr. Benson.

Bagaimana Doom Spending Terjadi?

Menurut beberapa riset, ada beberapa faktor utama yang mendorong doom spending:

  1. Ketidakpastian ekonomi: Saat individu tidak tahu apakah mereka akan memiliki sumber pendapatan yang stabil di masa depan, mereka sering kali menghabiskan uang sekarang untuk menghindari perasaan rugi di kemudian hari.

  2. Kecemasan sosial dan emosional: Perasaan terisolasi atau stres dapat menyebabkan perilaku impulsif. Orang yang merasa terjebak dalam situasi sulit akan berusaha mencari pengalihan melalui konsumsi barang-barang mewah atau non-esensial.

  3. Pengaruh media sosial: Iklan dan media sosial mempengaruhi perilaku konsumen dengan menampilkan gaya hidup glamor dan konsumsi yang tampak normal, bahkan di masa sulit. Hal ini menambah tekanan bagi mereka yang sudah merasa cemas tentang masa depan.

Apa Dampak Jangka Panjang?

Meski memberikan kepuasan jangka pendek, doom spending dapat berdampak negatif dalam jangka panjang.

Banyak orang yang kemudian menyesal dengan pengeluaran yang tidak perlu dan menghadapi masalah keuangan yang lebih serius.

Psikolog menyarankan untuk menerapkan strategi pengendalian diri dan perencanaan keuangan yang lebih baik untuk menghindari jebakan ini.

Fenomena doom spending mencerminkan ketegangan psikologis yang dialami banyak orang di masa-masa sulit.

Meski memberikan kepuasan sementara, perilaku ini dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan finansial dalam jangka panjang.

Penting bagi kita untuk lebih sadar akan penyebab perilaku ini dan mencari cara lain yang lebih sehat untuk mengelola kecemasan, seperti berinvestasi dalam kesejahteraan emosional, berolahraga, atau terlibat dalam aktivitas sosial yang positif.

Sementara itu, para ahli dan riset terbaru mendorong masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan mereka selama masa krisis dan ketidakpastian, dengan harapan dapat mencegah dampak negatif dari doom spending di masa depan.

Related Post