Palembang, gradasigo — Provinsi Sumatera Selatan mencatatkan adanya peningkatan inflasi pada bulan Maret 2025, tepat menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah. Berdasarkan data yang dirilis, inflasi pada Maret 2025 mencapai 1,53% secara month-to-month (mtm), berbalik dari kondisi deflasi sebesar -0,41% yang terjadi pada bulan Februari sebelumnya.
Sementara itu, secara tahunan (year-on-year), inflasi di Sumatra Selatan juga mengalami kenaikan menjadi 1,77% (yoy). Kendati demikian, angka inflasi tahunan ini masih berada dalam batas sasaran nasional yang ditetapkan sebesar 2,5±1%.
Kenaikan inflasi di Bumi Sriwijaya pada bulan Maret ini didorong oleh adanya peningkatan harga pada sejumlah komoditas utama yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pengeluaran masyarakat. Beberapa komoditas tersebut antara lain adalah tarif listrik, bawang merah, emas perhiasan, bawang putih, dan telur ayam ras.
Dari kelima komoditas tersebut, tarif listrik menjadi penyumbang inflasi bulanan terbesar, mencapai angka 0,96%. Lonjakan tarif listrik ini dipicu oleh berakhirnya program diskon sebesar 50% yang sebelumnya diberikan kepada pelanggan rumah tangga dengan daya listrik kecil hingga akhir Februari 2025.
Selain tarif listrik, kenaikan harga juga terpantau pada komoditas bawang merah dan telur ayam ras. Lonjakan harga pada kedua komoditas ini diduga kuat berkaitan dengan meningkatnya permintaan selama bulan suci Ramadan, di mana konsumsi masyarakat cenderung meningkat, terutama untuk kebutuhan sahur dan berbuka puasa.
Sementara itu, harga emas perhiasan juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini sejalan dengan tren harga emas global yang sedang meningkat, serta adanya peningkatan kebutuhan masyarakat akan perhiasan emas menjelang Hari Raya Lebaran.
Meskipun terjadi peningkatan, tingkat inflasi yang tercatat di Sumatra Selatan pada bulan Maret 2025 masih dinilai berada dalam batas yang wajar. Hal ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat di provinsi ini masih relatif kuat dan mampu menyerap kenaikan harga pada beberapa komoditas.
Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) juga terus berupaya untuk menjaga stabilitas harga dan mengendalikan inflasi agar tidak melampaui batas yang telah ditetapkan.
TPID Sumatra Selatan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga stabilitas harga di tingkat daerah. Mereka bekerja berdasarkan strategi 4K yang meliputi: Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga, Kelancaran distribusi, dan Komunikasi yang efektif.
Melalui strategi ini, TPID berupaya untuk memastikan bahwa masyarakat tetap dapat mengakses kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau, meskipun terjadi fluktuasi harga pada beberapa komoditas.
Dalam upaya untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas harga di Sumatra Selatan, TPID telah melakukan berbagai langkah konkret di lapangan. Salah satunya adalah dengan menggelar operasi pasar murah di berbagai daerah.
Melalui operasi pasar ini, masyarakat dapat membeli berbagai kebutuhan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, dan telur dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Hal ini diharapkan dapat membantu meringankan beban pengeluaran masyarakat, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Selain itu, TPID juga secara rutin melakukan inspeksi pasar dan pemantauan stok pangan strategis. Langkah ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan pasokan bahan pangan di pasaran dan mencegah terjadinya penimbunan yang dapat memicu kenaikan harga yang tidak wajar.
TPID juga bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta sektor swasta, untuk memberikan subsidi biaya angkut komoditas. Subsidi ini diharapkan dapat membantu menekan biaya distribusi dan pada akhirnya menjaga harga komoditas tetap stabil.
Koordinasi aktif antar instansi juga menjadi kunci dalam upaya pengendalian inflasi. TPID secara rutin menggelar High Level Meeting yang melibatkan berbagai pihak terkait, seperti dinas perdagangan, dinas pertanian, Bulog, dan perwakilan dari Bank Indonesia.
Melalui pertemuan ini, berbagai isu terkait inflasi dibahas dan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya dirumuskan bersama. Selain itu, TPID juga aktif melakukan komunikasi publik melalui siaran pers dan media massa untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kondisi inflasi dan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengendalikannya.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan juga terus memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah dalam upaya menjaga inflasi tetap terkendali dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Bumi Sriwijaya. Salah satu program utama yang dijalankan adalah Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Melalui program ini, Bank Indonesia bersama pemerintah daerah berupaya untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian, memperkuat rantai pasok pangan, serta mendorong diversifikasi pangan agar masyarakat tidak terlalu bergantung pada satu atau dua jenis komoditas.
Selain GNPIP, Bank Indonesia juga mendukung pelaksanaan Gerakan Pengendalian Inflasi Serentak se-Sumsel (GPISS). Gerakan ini melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk petani, pedagang, konsumen, serta pemerintah daerah, dalam upaya bersama untuk menekan inflasi.
Melalui berbagai kegiatan seperti edukasi, promosi produk lokal, dan stabilisasi harga, GPISS diharapkan dapat menciptakan kesadaran dan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat dalam menjaga stabilitas harga di Sumatra Selatan.
Dengan berbagai upaya yang terus dilakukan oleh TPID Provinsi Sumatera Selatan bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan, diharapkan tingkat inflasi di Bumi Sriwijaya dapat terus terkendali dan tetap berada dalam target yang telah ditetapkan.
Stabilitas harga merupakan faktor penting dalam menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Menjelang Hari Raya Idul Fitri, upaya pengendalian inflasi ini menjadi semakin krusial agar masyarakat dapat merayakan hari kemenangan dengan tenang tanpa terbebani oleh kenaikan harga kebutuhan pokok yang signifikan.