Yogyakarta, gradasigo - Di tengah derasnya arus modernisasi dan kebutuhan akan tenaga kerja terampil yang fleksibel, Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) memegang peran kunci sebagai garda terdepan dalam mencetak sumber daya manusia (SDM) yang siap berdaya saing, khususnya di tingkat lokal.
Di Yogyakarta, peran vital ini salah satunya diemban oleh LKP Afta Vision melalui inisiatif ambisiusnya: Program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) Teknisi Telepon Seluler yang didukung oleh Direktorat Kursus dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, Pendidikan Layanan Khusus, Kemendikdasmen.
Dari Pengangguran Menjadi Pengusaha
Fenomena digitalisasi telah menjadikan telepon seluler sebagai kebutuhan primer, yang secara otomatis melahirkan permintaan besar akan jasa perawatan dan perbaikan.
Sayangnya, kebutuhan pasar ini sering kali tidak sejalan dengan ketersediaan SDM lokal yang mumpuni. Di sinilah PKW Teknisi Telepon Seluler Afta Vision menjadi jembatan emas.
Program ini tidak sekadar mengajarkan keterampilan teknis (perangkat keras dan perangkat lunak), tetapi juga menyuntikkan jiwa wirausaha yang kuat, mulai dari manajemen bisnis, pemasaran, hingga akses permodalan.
LKP Afta Vision menyadari betul bahwa output utama dari pelatihan vokasi bukanlah sekadar pekerja, melainkan pencipta lapangan kerja. Fokus pada PKW mengubah paradigma peserta didik dari pencari kerja menjadi calon pengusaha yang mampu berdiri di atas kaki sendiri.
Lulusan tidak hanya mengantongi sertifikat keahlian, tetapi juga dibekali cetak biru untuk merintis usaha jasa servis ponsel, konter pulsa, atau bahkan penyedia aksesoris.
Memperkuat Ekosistem Ekonomi Lokal
Injeksi wirausaha baru di sektor jasa teknisi ponsel memiliki dampak berantai yang signifikan bagi ekosistem ekonomi Yogyakarta.
Secara langsung, program ini memberikan keterampilan yang relevan bagi anak putus sekolah atau usia produktif yang belum terserap dunia kerja. Mereka mendapatkan solusi konkret untuk berdaya, sekaligus mengurangi beban sosial akibat pengangguran.
Bisnis jasa teknisi ponsel yang dibuka oleh para lulusan akan melayani masyarakat sekitar. Hal ini memastikan perputaran uang terjadi di tingkat lokal, bukan hanya mengalir ke luar daerah atau pusat industri besar. Konsumen lokal mendapatkan akses perbaikan yang lebih cepat dan terjangkau.
Seiring berkembangnya usaha rintisan ini, mereka berpotensi merekrut tenaga kerja tambahan, mengaktifkan rantai pasok lokal (misalnya pembelian suku cadang), dan secara perlahan membangun klaster bisnis perbaikan ponsel.
LKP Afta Vision, dengan fokus pada kebutuhan industri dan pasar yang nyata, telah membuktikan bahwa pendidikan nonformal adalah mitra strategis pemerintah dalam pembangunan SDM. Mereka tidak menunggu pasar kerja, melainkan menciptakan pasar kerja itu sendiri.
Mendorong Keberlanjutan dan Kolaborasi
Keberhasilan program PKW ini harus menjadi momentum untuk mendorong kolaborasi yang lebih erat antara LKP, pemerintah daerah, dan Dunia Usaha/Dunia Industri (DUDI).
Pendampingan pasca-pelatihan, akses permodalan mikro, dan kemitraan dengan penyedia suku cadang harus diperkuat untuk memastikan usaha rintisan para lulusan dapat berkelanjutan.
PKW Teknisi Telepon Seluler di LKP Afta Vision adalah contoh nyata bagaimana investasi dalam keterampilan vokasi yang spesifik dan berbasis wirausaha dapat menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan.
Ini adalah model yang patut dicontoh: sebuah gerakan kecil dari Lembaga Kursus yang mampu melahirkan generasi pengusaha muda, sekaligus menambal lubang pengangguran, demi mewujudkan kemandirian ekonomi lokal yang lebih kokoh di Yogyakarta.
Masyarakat dan pemerintah patut memberikan apresiasi dan dukungan penuh agar program ini terus berkembang dan menjangkau lebih banyak anak bangsa, mengubah potensi digital menjadi peluang nyata kesejahteraan.

Nur Alfi Khabibah