Madiun, gradasigo - Bulan Ramadhan adalah momen penuh berkah bagi umat Islam di seluruh dunia. Namun, bagi Muslim yang tinggal di negara dengan populasi Muslim minoritas, menjalankan ibadah puasa sering kali penuh tantangan. Dari kesulitan menemukan makanan halal, jadwal kerja yang tidak menyesuaikan waktu ibadah, hingga menghadapi stigma sosial, mereka tetap teguh menjalankan keyakinannya.
Bagaimana mereka bertahan? Inilah kisah inspiratif perjuangan Muslim di negara minoritas saat Ramadhan.
Menjalankan Puasa di Negara yang Tidak Mengenal Ramadhan
Di beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, hingga Eropa Barat, Ramadhan bukanlah bagian dari budaya mayoritas. Akibatnya, banyak Muslim harus berpuasa tanpa adanya fasilitas seperti masjid terdekat atau komunitas Muslim yang kuat.
Seorang mahasiswa asal Indonesia, Aisyah, yang kuliah di Swedia, mengisahkan perjuangannya dalam berpuasa saat musim panas. “Puasa bisa berlangsung hingga 20 jam sehari. Saat berbuka, saya hanya punya waktu sebentar sebelum sahur tiba,” ujarnya. Meski demikian, ia tetap menjalankan ibadah dengan semangat.
Tantangan Mencari Makanan Halal
Salah satu kesulitan utama yang dialami Muslim di negara minoritas adalah menemukan makanan halal. Di China misalnya, hanya kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai yang memiliki restoran halal. Sementara itu, di negara-negara seperti Argentina atau Brasil, Muslim harus lebih selektif dalam memilih bahan makanan karena mayoritas konsumsi daging mereka berasal dari sumber non-halal.
“Di kantor, teman-teman saya makan siang bersama, tapi saya harus membawa bekal sendiri karena sulit menemukan makanan yang sesuai dengan aturan Islam,” kata Farhan, seorang pekerja di Kanada. Meski demikian, ia menganggap tantangan ini sebagai bagian dari perjuangannya dalam mempertahankan iman.
Bekerja Sambil Puasa: Tidak Ada Diskon untuk Muslim
Berbeda dengan negara mayoritas Muslim yang memiliki kebijakan kerja lebih fleksibel saat Ramadhan, di negara minoritas tidak ada keringanan khusus bagi mereka yang berpuasa. Beberapa pekerja bahkan harus tetap melakukan pekerjaan berat meski dalam kondisi berpuasa.
Salah satu contoh inspiratif adalah kisah Youssef, seorang sopir truk asal Maroko yang bekerja di Prancis. Ia tetap mengemudikan truk dalam perjalanan panjang, meskipun harus menahan haus dan lapar selama berjam-jam. "Saya tetap menjalankan puasa dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan kekuatan," katanya.
Dukungan Komunitas Muslim yang Menguatkan
Meski menghadapi berbagai tantangan, Muslim di negara minoritas tetap bisa merasakan hangatnya Ramadhan melalui komunitas kecil mereka. Banyak yang mengadakan buka puasa bersama, tarawih di rumah-rumah, dan berbagi makanan dengan sesama Muslim lainnya.
Di Amerika Serikat, beberapa masjid menyediakan makanan gratis bagi Muslim yang berbuka puasa. "Saya merasa tidak sendirian. Ada saudara Muslim lain yang siap mendukung," kata Ahmed, seorang imigran asal Mesir.
Ramadhan, Ujian yang Membawa Kedekatan dengan Allah
Bagi Muslim di negara minoritas, Ramadhan adalah ujian sekaligus kesempatan untuk semakin dekat dengan Allah. Meski harus berpuasa dalam kondisi sulit, mereka tetap teguh dalam iman dan tidak menyerah terhadap tantangan yang ada.
Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu juga pernah mengalami tantangan dalam menjalankan ibadah puasa? Bagikan pengalamanmu di kolom komentar!