News

Sengkarut Kasus Dana PMI Palembang, Mantan Wawako Sandarkan Pembelaan pada Hasil Audit BPK

Sengkarut Kasus Dana PMI Palembang, Mantan Wawako Sandarkan Pembelaan pada Hasil Audit BPK. Foto: dok. detikcom

Sengkarut Kasus Dana PMI Palembang, Mantan Wawako Sandarkan Pembelaan pada Hasil Audit BPK. Foto: dok. detikcom

Palembang, gradasigo — Kasus dugaan korupsi pengelolaan biaya pengganti darah pada Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang tahun 2020-2023 memasuki babak baru dengan pernyataan tegas dari mantan Wakil Walikota Palembang, Fitrianti Agustinda.

Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang, Finda, sapaan akrabnya, secara terbuka membantah adanya kerugian negara seperti yang dituduhkan oleh pihak kejaksaan. Pembelaannya didasarkan pada hasil audit yang diklaim telah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dalam pernyataan singkat yang disampaikan usai menjalani proses penahanan pada Selasa, 8 April 2025, Fitrianti Agustinda dengan lantang menyatakan bahwa pengelolaan dana hibah yang kini menjadi pokok perkara telah diperiksa oleh BPK dan hasilnya menunjukkan tidak adanya kerugian negara.

Pernyataan ini jelas bertentangan dengan dasar penetapan dirinya dan sang suami, Dedi Sipriyanto, sebagai tersangka oleh Kejari Palembang.

“Tolong dicatat ya, dana hibah sudah diperiksa oleh BPK dan tidak ada kerugian negara. Sedangkan BPBD, tidak ada dana hibah,” ujar Finda, mencoba memberikan klarifikasi atas kasus yang menjeratnya.

Pihak Kejari Palembang sendiri sebelumnya telah menjerat Fitrianti Agustinda dan Dedi Sipriyanto dengan pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Kedua pasal ini secara umum berkaitan dengan perbuatan melawan hukum yang dapat menyebabkan kerugian keuangan negara atau penyalahgunaan wewenang yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Kepala Kejari Palembang, Hutamrin, dalam keterangan persnya menyebutkan bahwa kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah di PMI Kota Palembang yang tidak sesuai ketentuan dan berpotensi merugikan keuangan negara.

Klaim Fitrianti Agustinda mengenai hasil audit BPK yang tidak menemukan adanya kerugian negara menjadi poin krusial dalam kasus ini. Sebagai lembaga auditor tertinggi negara, BPK memiliki otoritas untuk menilai pengelolaan keuangan negara dan daerah.

Jika memang benar hasil audit BPK tidak menemukan adanya penyimpangan yang merugikan negara, hal ini tentu akan menjadi argumen kuat bagi tim pembela Finda dalam menghadapi proses hukum selanjutnya.

Namun, perlu dipertimbangkan bahwa lingkup audit BPK dan fokus penyelidikan Kejari Palembang bisa berbeda. Ada kemungkinan bahwa BPK melakukan audit dengan fokus pada aspek kepatuhan atau kinerja, sementara Kejari Palembang fokus pada dugaan adanya unsur tindak pidana korupsi yang mungkin tidak tercakup dalam audit BPK. Selain itu, perbedaan waktu audit dan periode yang diselidiki juga bisa menjadi faktor perbedaan kesimpulan.

Dalam perkembangan kasus ini, Dedi Sipriyanto, suami Fitrianti Agustinda yang juga ditetapkan sebagai tersangka, ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pakjo Palembang. Sementara itu, Fitrianti Agustinda menjalani penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Merdeka. Penahanan keduanya dilakukan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.

Pernyataan Fitrianti Agustinda yang mengandalkan hasil audit BPK sebagai pembelaan akan menjadi salah satu fokus dalam proses hukum yang akan datang. Tim kuasa hukumnya akan berupaya untuk menghadirkan bukti-bukti terkait audit tersebut dan menggunakannya untuk membantah dakwaan dari pihak kejaksaan.

Di sisi lain, Kejari Palembang tentu memiliki dasar dan bukti-bukti tersendiri yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kedua tersangka. Proses persidangan nantinya akan menjadi arena bagi kedua belah pihak untuk saling menguji kekuatan bukti dan argumentasi hukum yang mereka miliki.

Salah satu pertanyaan besar dalam kasus ini adalah mengenai potensi kerugian negara yang menjadi dasar dakwaan pihak kejaksaan. Sementara Fitrianti Agustinda mengklaim tidak ada kerugian negara berdasarkan audit BPK, Kejari Palembang tetap bersikukuh pada adanya dugaan penyimpangan yang merugikan keuangan negara.

Perbedaan pandangan ini menunjukkan adanya kompleksitas dalam penentuan kerugian negara, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan pengelolaan dana hibah atau bantuan sosial.

Publik akan terus memantau perkembangan kasus ini untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Hasil audit BPK yang diklaim oleh Fitrianti Agustinda akan menjadi salah satu kunci untuk memahami duduk perkara dan menentukan apakah ????????????? terjadi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana PMI Kota Palembang pada periode yang dipermasalahkan.

Related Post