News

Uji Publik Buku Sejarah Nasional Segera Digelar, Kemenbud Janji Transparansi Total

Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menegaskan komitmennya untuk memastikan penulisan sejarah nasional Indonesia dilakukan secara terbuka, ilmiah, dan inklusif. Foto: Doc Kembud

Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menegaskan komitmennya untuk memastikan penulisan sejarah nasional Indonesia dilakukan secara terbuka, ilmiah, dan inklusif. Foto: Doc Kembud

Jakarta, Gradasigo — Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menegaskan komitmennya untuk memastikan penulisan sejarah nasional Indonesia dilakukan secara terbuka, ilmiah, dan inklusif. Penegasan ini disampaikan saat rapat kerja bersama Komisi X DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta.

“Dalam waktu dekat, tentu akan kita lakukan uji publik karena penulisan sejarah ini sangat terbuka untuk didiskusikan,” ujar Menteri Fadli, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Jumat (4/7/2025).

Penulisan ini, lanjutnya, bukan program baru melainkan lanjutan dari upaya penyempurnaan narasi sejarah nasional yang telah lama tidak diperbarui. Ia menyoroti bahwa pembaruan terakhir dilakukan pada masa Presiden Habibie, artinya sudah lebih dari dua dekade sejak narasi sejarah resmi diperbarui.

Fadli Zon menekankan bahwa sejarah adalah identitas bangsa dan alat edukasi penting, terutama bagi generasi muda yang hidup di era globalisasi. Oleh karena itu, buku sejarah nasional yang baru akan menggunakan perspektif Indonesia sentris, menempatkan kepentingan nasional sebagai fokus utama.

“Misalnya dalam masa kolonialisme, yang penting bukan seberapa lama kita dijajah, tetapi bagaimana perjuangan melawan penjajahan menjadi bagian dari narasi kebangsaan kita,” tambahnya.

Penulisan ini juga akan memasukkan temuan-temuan arkeologi terbaru, termasuk bukti peradaban awal Indonesia yang berusia lebih dari 1,8 juta tahun, guna menegaskan bahwa Nusantara merupakan salah satu peradaban tertua di dunia.

Terkait perdebatan publik mengenai istilah “pemerkosaan massal” dalam konteks kerusuhan Mei 1998, Fadli menegaskan bahwa dirinya tidak menyangkal adanya kasus tersebut, dan mengutuk keras segala bentuk kekerasan seksual.

Namun ia menyatakan keberatan terhadap penggunaan diksi "massal" yang menurutnya memiliki konotasi sistematis dan terstruktur, seraya menyebut bahwa ini adalah pendapat pribadi, bukan arahan dalam penulisan buku sejarah nasional.

“Saya siap mendiskusikan isu ini dalam forum akademik dan publik. Tapi saya tegaskan, pendapat pribadi saya tidak akan memengaruhi narasi sejarah yang ditulis oleh tim ahli secara objektif dan independen,” ujarnya.

Fadli juga menekankan pentingnya menghadirkan tone positif dalam penulisan sejarah, tanpa menghilangkan atau menutupi peristiwa-peristiwa tragis, termasuk Mei 1998.

“Sejarah harus membangkitkan rasa bangga, bukan trauma. Tapi itu tidak berarti kita melupakan. Justru kita angkat semuanya secara jujur dan adil,” tegasnya.

Penulisan buku sejarah nasional ini dilakukan oleh tim sejarawan independen dan kredibel, serta dijaga dari intervensi, termasuk dari pihak internal kementerian sendiri. Proses ini akan dilanjutkan dengan uji publik di berbagai wilayah, sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam membangun narasi sejarah yang inklusif.

Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, dan para anggota komisi lainnya juga mendorong agar uji publik atas draf buku sejarah bisa segera dilaksanakan, sehingga hasil akhirnya bisa mencerminkan aspirasi dan sensitivitas seluruh lapisan masyarakat.

Dilansir dari laman infopublik.id

Related Post