PADANG, gradasigo - Era digitalisasi yang kian tak terbendung membawa gelombang perubahan besar dalam dunia kerja. Tak hanya keterampilan teknis (hard skills), soft skills kini menjadi kunci utama bagi tenaga kerja Indonesia agar mampu bersaing dan beradaptasi di tengah disrupsi teknologi, khususnya dengan pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Hal ini ditegaskan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli dalam kuliah umum bertajuk “AI, Soft Skills, and the Future Workforce” di Universitas Andalas (Unand), Padang, Sumatera Barat, Jumat (10/1/2025).
Di hadapan sivitas akademika Unand, Menaker Yassierli memaparkan bahwa era digital menghadirkan tantangan sekaligus peluang baru bagi dunia kerja. "Berdasarkan Future of Jobs Report 2025 dari World Economic Forum (WEF), sekitar 86% perusahaan menyatakan bahwa teknologi kecerdasan buatan (AI) mendorong transformasi bisnis," ungkap Yassierli, mengawali paparannya dengan data yang krusial. Data ini menunjukkan bahwa AI bukan lagi sekadar wacana masa depan, tetapi telah menjadi realitas yang mengubah lanskap bisnis secara fundamental.
Hard Skills dan Soft Skills: Dua Sisi Mata Uang yang Tak Terpisahkan
Dalam konteks transformasi yang didorong oleh AI ini, Menaker Yassierli menekankan pentingnya keseimbangan antara hard skills dan soft skills. "Tenaga kerja sebagai human potential yang tidak hanya fokus pada keterampilan teknis, tetapi juga pada pengembangan potensi holistik," ujar Yassierli. Artinya, penguasaan keterampilan teknis seperti AI dan Big Data memang penting, namun harus diimbangi dengan soft skills yang mumpuni.
Soft skills yang dimaksud meliputi creative thinking (berpikir kreatif), resilience (daya lenting/ketahanan), leadership (kepemimpinan), dan analytical thinking (berpikir analitis). Kemampuan-kemampuan inilah yang akan menjadi pembeda dan nilai tambah bagi tenaga kerja Indonesia di masa depan. Mengapa demikian? Karena soft skills inilah yang sulit untuk digantikan oleh AI, dan justru menjadi kunci untuk beradaptasi dan berinovasi di tengah perubahan yang cepat.
People-Centric Approach: Menempatkan Manusia sebagai Pusat Pembangunan
Lebih lanjut, Menaker Yassierli menekankan pentingnya pendekatan yang lebih people-centric dalam pengembangan tenaga kerja. "Pendekatan ini menempatkan manusia sebagai pusat dari proses perancangan kebijakan, pengambilan keputusan, dan pengembangan organisasi," jelasnya. Artinya, kebijakan dan program ketenagakerjaan harus dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan, aspirasi, dan potensi dari tenaga kerja itu sendiri.
Pendekatan people-centric ini sejalan dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif, di mana manusia menjadi subjek dan tujuan utama dari pembangunan itu sendiri. Dengan menempatkan manusia sebagai pusat, diharapkan kebijakan dan program yang dihasilkan akan lebih tepat sasaran, efektif, dan berdampak positif bagi kesejahteraan tenaga kerja Indonesia.
Sektor Informal dan Tantangan Pendidikan: Potret Ketenagakerjaan Indonesia
Menaker Yassierli juga menyoroti kondisi ketenagakerjaan di Indonesia yang masih didominasi oleh sektor informal. "Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan bahwa sektor informal masih mendominasi lapangan kerja di Indonesia," ungkapnya. Dominasi sektor informal ini seringkali diiringi dengan kondisi kerja yang kurang layak, upah yang rendah, dan minimnya perlindungan sosial.
Selain itu, tingkat pendidikan tenaga kerja yang sebagian besar masih rendah (SD/SMP) menjadi tantangan tersendiri. "Sementara tingkat pendidikan tenaga kerja sebagian besar masih rendah (SD/SMP)," tambah Yassierli, merujuk pada data BPS. Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan menjadi kunci utama untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia.
Kolaborasi Tiga Pilar: Akademisi, Industri, dan Pemerintah
Menyadari kompleksitas tantangan yang dihadapi, Menaker Yassierli menyerukan kolaborasi antara dunia akademis, industri, dan pemerintah untuk membangun ekosistem ketenagakerjaan yang inklusif dan adaptif terhadap perubahan teknologi. "Kita harus terus belajar dan berinovasi, memadukan teknologi dengan kearifan lokal, agar mampu menciptakan tenaga kerja yang kompeten, berdaya saing, dan berkontribusi bagi pembangunan bangsa," tegasnya.
Peran Akademisi: Universitas, seperti Unand, memiliki peran strategis dalam mencetak SDM yang unggul dan berdaya saing. Melalui riset, pengembangan kurikulum yang up-to-date, dan program-program pengabdian masyarakat, akademisi dapat berkontribusi dalam menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia kerja.
Peran Industri: Sektor industri diharapkan dapat berperan aktif dalam memberikan masukan tentang kebutuhan tenaga kerja, baik dari segi hard skills maupun soft skills. Keterlibatan industri dalam penyusunan kurikulum, program magang, dan pelatihan kerja akan memastikan bahwa lulusan pendidikan dan pelatihan memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Peran Pemerintah: Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan, memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan katalisator dalam membangun ekosistem ketenagakerjaan yang kondusif. Pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang tepat sasaran, memfasilitasi kerja sama antara akademisi dan industri, serta menyelenggarakan program-program pelatihan dan pengembangan yang berkualitas.
Upskilling dan Reskilling: Kunci Adaptasi di Era Digital
Di era digital yang terus berkembang pesat, upskilling dan reskilling menjadi kunci bagi tenaga kerja untuk tetap relevan dan berdaya saing. Upskilling merujuk pada peningkatan keterampilan yang sudah dimiliki, sementara reskilling adalah pembelajaran keterampilan baru yang berbeda dari pekerjaan sebelumnya.
Pemerintah, melalui berbagai program, terus mendorong upskilling dan reskilling bagi tenaga kerja Indonesia. Program-program seperti Kartu Prakerja, pelatihan vokasi, dan kursus-kursus keterampilan yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga, menjadi sarana bagi tenaga kerja untuk meningkatkan kompetensi dan beradaptasi dengan perubahan di dunia kerja.
Kearifan Lokal: Kekuatan yang Perlu Dioptimalkan
Menaker Yassierli juga mengingatkan pentingnya memadukan teknologi dengan kearifan lokal. Indonesia memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang dapat menjadi sumber inspirasi dan inovasi dalam pengembangan teknologi. Dengan memadukan teknologi dan kearifan lokal, diharapkan akan lahir solusi-solusi yang inovatif dan sesuai dengan konteks Indonesia.
Misalnya, dalam bidang pertanian, teknologi smart farming dapat dipadukan dengan pengetahuan lokal tentang bercocok tanam dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan demikian, teknologi tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga melestarikan budaya dan tradisi lokal.
Menuju Masa Depan Ketenagakerjaan Indonesia yang Gemilang
Kuliah umum yang disampaikan oleh Menaker Yassierli di Universitas Andalas ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang tantangan dan peluang yang dihadapi oleh dunia ketenagakerjaan di Indonesia di era digital. Penekanan pada penguatan soft skills, pendekatan people-centric, kolaborasi multi-pihak, serta pemaduan teknologi dan kearifan lokal, menjadi kunci utama dalam membangun ekosistem ketenagakerjaan yang inklusif, adaptif, dan berdaya saing.
Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah, partisipasi aktif dari akademisi dan industri, serta kesadaran dari seluruh tenaga kerja Indonesia untuk terus belajar dan berinovasi, diharapkan masa depan ketenagakerjaan Indonesia akan semakin gemilang. Indonesia akan mampu bersaing di kancah global dengan SDM yang unggul, kompeten, dan berkarakter.
Tantangan Implementasi: Memastikan Sinergi dan Konsistensi
Meskipun visi dan strategi yang dipaparkan oleh Menaker Yassierli sangat komprehensif, tantangan dalam implementasinya tetap ada. Koordinasi dan sinkronisasi antara berbagai pemangku kepentingan, yaitu akademisi, industri, dan pemerintah, menjadi kunci utama. Diperlukan mekanisme yang efektif untuk memastikan bahwa program-program yang dirancang dapat berjalan dengan sinergis dan saling mendukung.
Selain itu, konsistensi dan keberlanjutan program menjadi faktor yang tak kalah penting. Diperlukan komitmen jangka panjang dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa program-program yang telah dirintis dapat terus berjalan dan memberikan dampak yang berkelanjutan.
Peran Generasi Muda: Menjadi Agen Perubahan di Era Digital
Generasi muda, khususnya mahasiswa, memiliki peran yang sangat strategis dalam menyongsong era digital dan membangun masa depan ketenagakerjaan Indonesia yang lebih baik. Mereka adalah generasi yang melek teknologi, kreatif, dan inovatif, yang diharapkan dapat menjadi agen perubahan di berbagai bidang.
Mahasiswa perlu membekali diri dengan hard skills dan soft skills yang dibutuhkan di era digital. Mereka juga perlu berpartisipasi aktif dalam berbagai program dan kegiatan yang dapat mengasah kemampuan dan memperluas wawasan mereka. Dengan demikian, mereka akan siap untuk bersaing di pasar kerja global dan berkontribusi pada pembangunan bangsa.
Kuliah umum Menaker Yassierli di Universitas Andalas (Unand) yang bertajuk “AI, Soft Skills, and the Future Workforce” telah memberikan gambaran yang jelas dan komprehensif tentang pentingnya penguatan soft skills di era digital, khususnya dalam konteks transformasi bisnis yang didorong oleh Artificial Intelligence (AI).
Penekanan pada keseimbangan antara hard skills dan soft skills, seperti creative thinking, resilience, leadership, dan analytical thinking, menjadi kunci keberhasilan tenaga kerja di masa depan.
Data BPS 2024 yang menunjukkan dominasi sektor informal dan rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja menjadi tantangan nyata yang harus diatasi. Oleh karena itu, kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah sangat krusial untuk membangun ekosistem ketenagakerjaan yang inklusif dan adaptif.
Dengan terus belajar, berinovasi, dan memadukan teknologi dengan kearifan lokal, diharapkan Indonesia mampu mencetak tenaga kerja yang kompeten, berdaya saing, dan berkontribusi bagi pembangunan bangsa.
Kuliah umum ini juga menjadi seruan bagi generasi muda untuk mempersiapkan diri menghadapi era digital dan menjadi agen perubahan yang membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih gemilang. Penguatan soft skills, di samping hard skills, adalah investasi penting untuk masa depan individu dan bangsa di tengah dinamika dunia kerja yang terus berubah.