Jakarta, gradasigo – Awal tahun 2025 mencatat pergerakan dinamis dalam neraca perdagangan Indonesia. Berdasarkan laporan resmi, nilai ekspor Indonesia pada Januari 2025 mencapai US$21,45 miliar, mengalami penurunan 8,56 persen dibandingkan Desember 2024. Namun, jika dibandingkan dengan Januari 2024, ekspor mengalami kenaikan 4,68 persen. Sementara itu, nilai impor mencapai US$18,00 miliar, turun 15,18 persen dibandingkan dengan Desember 2024, atau lebih rendah 2,67 persen dibandingkan Januari 2024.
Ekspor nonmigas masih mendominasi dengan total US$20,40 miliar, turun 6,96 persen dibandingkan Desember 2024. Sementara ekspor migas tercatat US$1,05 miliar, turun drastis 31,35 persen. Penurunan ekspor migas disebabkan oleh merosotnya ekspor minyak mentah hingga 69,33 persen, serta penurunan ekspor hasil minyak 14,92 persen dan gas alam 30,06 persen.
Dari segi komoditas, bahan bakar mineral mengalami penurunan ekspor terbesar, yakni US$787,1 juta (22,01 persen). Sebaliknya, ekspor logam mulia dan perhiasan meningkat signifikan US$173,3 juta (25,38 persen).
Secara sektoral, ekspor industri pengolahan meningkat 14,02 persen dibandingkan Januari 2024. Ekspor sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan naik pesat 45,46 persen, sedangkan sektor pertambangan justru turun 26,45 persen.
Tiongkok masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia dengan nilai transaksi US$4,57 miliar, disusul Amerika Serikat US$2,34 miliar, dan India US$1,23 miliar. Kontribusi ketiga negara ini mencapai 39,89 persen dari total ekspor. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa masing-masing tercatat US$4,09 miliar dan US$1,31 miliar.
Dari sisi provinsi, Jawa Barat menjadi penyumbang ekspor terbesar dengan nilai US$3,04 miliar (14,18 persen), diikuti Kepulauan Riau US$2,11 miliar (9,82 persen) dan Jawa Timur US$2,02 miliar (9,41 persen).
Di sisi impor, total nilai transaksi pada Januari 2025 mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Impor migas turun 24,69 persen menjadi US$2,48 miliar, sedangkan impor nonmigas turun 13,43 persen menjadi US$15,52 miliar.
Dari segi barang, penurunan impor terbesar terjadi pada mesin/peralatan mekanis (US$457,9 juta atau 15,04 persen), serealia (US$340,9 juta atau 56,36 persen), dan besi serta baja (US$218,4 juta atau 23,39 persen). Sebaliknya, impor kakao dan olahannya mengalami peningkatan drastis sebesar 119 persen.
Tiongkok masih menjadi pemasok utama barang impor dengan nilai US$6,34 miliar (40,86 persen), diikuti Jepang US$1,15 miliar (7,42 persen), dan Amerika Serikat US$0,76 miliar (4,92 persen). Impor dari ASEAN mencapai US$2,39 miliar (15,41 persen), sementara dari Uni Eropa US$0,87 miliar (5,60 persen).
Dengan total ekspor yang lebih tinggi dibandingkan impor, neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2025 mengalami surplus sebesar US$3,45 miliar. Surplus ini sebagian besar berasal dari sektor nonmigas yang mencatat kelebihan ekspor sebesar US$4,88 miliar, meskipun sektor migas mengalami defisit US$1,43 miliar.
Secara keseluruhan, ekspor Indonesia pada Januari 2025 menunjukkan tren positif secara tahunan, meskipun terjadi penurunan dalam perbandingan bulanan. Di sisi lain, impor mengalami penurunan tajam, terutama dalam kategori bahan baku dan barang modal. Hal ini mencerminkan kemungkinan penyesuaian dalam strategi industri dalam negeri.
Ke depan, Indonesia perlu mempertahankan daya saing ekspor di tengah ketidakpastian global dan fluktuasi harga komoditas. Peningkatan ekspor sektor industri pengolahan dan pertanian menunjukkan potensi pertumbuhan yang lebih stabil, meskipun sektor migas masih menjadi tantangan utama. Kebijakan perdagangan yang adaptif dan inovasi dalam diversifikasi pasar ekspor akan menjadi kunci bagi Indonesia untuk terus mempertahankan surplus neraca perdagangan.