Madiun, gradasigo - Di era media sosial yang serba cepat, istilah play victim semakin sering kita dengar. Fenomena ini menggambarkan perilaku seseorang yang sengaja menempatkan dirinya sebagai korban untuk mendapatkan simpati, perhatian, atau bahkan keuntungan. Menurut psikolog, kebiasaan play victim bukan hanya merusak hubungan interpersonal, tetapi juga berpotensi menjadi pola perilaku yang berbahaya.
Apa Itu Play Victim?
"Play victim" adalah perilaku di mana seseorang secara sengaja atau tidak sengaja berperan sebagai korban dalam berbagai situasi. Mereka cenderung menyalahkan orang lain atas masalah yang dihadapi, merasa tidak berdaya, dan sering kali mencari simpati. Meskipun ada situasi nyata di mana seseorang menjadi korban, perilaku play victim sering kali merupakan cara untuk menghindari tanggung jawab atau manipulasi sosial.
Menurut Dr. Ratna Wijayanti, seorang psikolog klinis, “Perilaku play victim sering kali berakar pada rasa rendah diri atau trauma masa lalu. Namun, jika tidak diatasi, kebiasaan ini bisa merusak hubungan sosial dan menghambat perkembangan pribadi.”
Tanda-Tanda Seseorang Melakukan Play Victim
Bagaimana cara mengenali seseorang yang mungkin sedang playing victim? Berikut adalah beberapa tanda-tanda yang perlu diwaspadai:
- Selalu Menyalahkan Orang Lain: Mereka jarang mengakui kesalahan atau tanggung jawab pribadi. Semua masalah selalu berasal dari pihak luar.
- Menggunakan Simpati untuk Memanipulasi: Seringkali memanfaatkan rasa iba dari orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
- Sulit Menerima Kritik: Seseorang yang berperan sebagai korban cenderung bereaksi defensif atau bahkan marah saat menerima kritik.
- Tidak Mau Mencari Solusi: Alih-alih fokus pada penyelesaian masalah, mereka lebih suka berkeluh kesah tentang situasi mereka.
- Selalu Merasa Tertindas: Cenderung memiliki pandangan hidup di mana mereka selalu diperlakukan tidak adil oleh dunia.
Contoh Kasus Nyata: Saat 'Korban' Menjadi Manipulator
Contoh nyata dari perilaku play victim dapat ditemukan di berbagai situasi, baik dalam lingkungan kerja, pertemanan, bahkan dalam rumah tangga. Misalnya, seorang karyawan yang selalu menyalahkan rekan kerjanya setiap kali proyek gagal. Alih-alih mengakui kesalahan dan memperbaiki diri, ia justru membuat dirinya seolah-olah menjadi korban dari ketidakadilan.
Kasus lainnya terjadi dalam hubungan rumah tangga, di mana salah satu pasangan selalu menganggap dirinya diperlakukan tidak adil oleh pasangannya. Dalam beberapa situasi, pelaku play victim bahkan bisa memutarbalikkan fakta agar terlihat sebagai pihak yang dirugikan. Dr. Diana menambahkan, “Jika terus dibiarkan, pola ini bisa mengarah pada hubungan yang tidak sehat, di mana satu pihak selalu merasa bersalah tanpa alasan yang jelas."
Contoh kasus lain, memahami bagaimana perilaku ini dapat berdampak negatif.
Bayu (32) selalu merasa bahwa istrinya, Sinta, tidak peduli padanya. Setiap kali terjadi perselisihan, Bayu selalu menyalahkan Sinta karena tidak memberikan perhatian yang cukup. Namun, ketika Sinta mencoba memperbaiki situasi dengan memberikan lebih banyak waktu dan perhatian, Bayu tetap merasa tidak puas. Akhirnya, Sinta menyadari bahwa Bayu tidak benar-benar ingin menyelesaikan masalah, melainkan hanya ingin mempertahankan peran sebagai korban agar mendapatkan perhatian lebih.
Menurut psikolog keluarga, Dr. Ari Wibowo, “Perilaku play victim seperti yang ditunjukkan oleh Bayu dapat merusak hubungan jangka panjang karena menciptakan ketidakseimbangan emosi dan perasaan di antara pasangan.”
Pendapat Psikolog: Kenapa Play Victim Bisa Terjadi?
Menurut Dr. Diana, akar dari perilaku ini bisa berasal dari pengalaman masa kecil atau trauma yang belum terselesaikan. Orang yang sering merasa tidak berdaya atau tidak mendapat perhatian dari lingkungannya mungkin mencari cara untuk mendapatkan simpati dengan menjadi korban. Namun, jika dibiarkan, perilaku ini bisa menjadi kebiasaan yang merusak diri sendiri dan orang lain.
“Untuk mengatasi play victim, diperlukan kesadaran dari pelaku untuk memahami pola pikir mereka dan mencari bantuan profesional jika diperlukan,” ungkap Dr. Diana. Terapi kognitif dapat membantu individu untuk lebih sadar akan perilaku manipulatifnya dan mengembangkan cara yang lebih sehat untuk mendapatkan perhatian yang diinginkan.
Cara Mengatasi Perilaku Play Victim
Jika Anda atau orang terdekat Anda menunjukkan tanda-tanda perilaku play victim, berikut beberapa cara untuk mengatasinya:
- Kenali dan Akui Masalahnya: Langkah pertama adalah menyadari bahwa perilaku ini tidak sehat dan merugikan diri sendiri serta orang lain.
- Bangun Kesadaran Diri: Cobalah untuk mengevaluasi diri sendiri setiap kali merasa menjadi korban. Apakah benar Anda tidak memiliki kontrol atas situasi tersebut?
- Fokus pada Solusi, Bukan Masalah: Alih-alih terus-menerus mengeluh, mulailah mencari cara untuk memperbaiki keadaan.
- Berlatih Berempati: Pahami bahwa orang lain juga memiliki kesulitan dan tantangan dalam hidup mereka.
- Konsultasi dengan Ahli: Jika sulit untuk mengubah perilaku ini sendiri, berkonsultasilah dengan psikolog atau konselor.
Dr. Ratna menambahkan, “Dengan mendapatkan bantuan profesional, seseorang dapat memahami akar dari perilaku playing victim dan belajar teknik untuk membangun hubungan yang lebih sehat.”
Play victim adalah perilaku yang dapat merusak hubungan, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Penting untuk mengenali tanda-tandanya dan segera mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasinya. Mengubah kebiasaan ini tidak hanya memperbaiki kualitas hidup Anda, tetapi juga meningkatkan kualitas hubungan dengan orang lain.
Jika Anda merasa mengenali perilaku ini pada diri sendiri atau orang terdekat, jangan ragu untuk mencari bantuan dari psikolog atau konselor.