Jakarta, gradasigo — Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Mansur Sipinathe, menyampaikan pandangannya bahwa Kurikulum Merdeka yang saat ini diterapkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) sebenarnya tidak sepenuhnya menghilangkan sistem penjurusan.
Menurut Mansur, implementasi Kurikulum Merdeka di lapangan, khususnya pada sekolah-sekolah yang menghadapi kendala dalam sistem peminatan, justru mengarah pada pembentukan sistem paket mata pelajaran yang secara esensial menyerupai penjurusan.
"Sehingga yang terjadi di banyak sekolah adalah adanya paket-paket pilihan mata pelajaran yang sebenarnya hampir sama dengan jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), dan Bahasa. Perbedaannya mungkin hanya pada cakupan yang sedikit lebih luas," kata Mansur seperti dikutip dari Kompas.com pada Rabu (16/4/2025), menanggapi rencana pemerintah untuk menghidupkan kembali penjurusan di SMA.
Lebih lanjut, FSGI melalui Mansur Sipinathe juga menilai bahwa sistem peminatan yang berlaku saat ini dalam Kurikulum Merdeka sebenarnya sudah cukup sesuai dan dapat digunakan sebagai jalur bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Salah satu alasannya adalah melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT), yang merupakan salah satu jalur utama penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri, tidak lagi menguji mata pelajaran yang secara spesifik dipelajari di sekolah.
"Sehingga, tanpa adanya jurusan yang eksplisit pun, sistem yang ada saat ini sudah sejalan dengan format tes perguruan tinggi seperti SNBT. Nah, menjadi pertanyaan kembali jika penjurusan dikembalikan dengan alasan adanya Tes Kemampuan Akademik (TKA), sementara TKA sendiri tidak bersifat wajib dan kita juga belum mengetahui secara pasti apakah TKA benar-benar akan digunakan secara luas oleh perguruan tinggi sebagai salah satu kriteria seleksi. Jika demikian, maka upaya mengembalikan penjurusan bisa jadi sia-sia," ungkapnya, menyuarakan keraguan FSGI terhadap efektivitas rencana pemerintah.
Oleh karena itu, Mansur Sipinathe berpendapat bahwa tidak perlu ada perubahan istilah atau pengembalian sistem penjurusan jika esensinya masih sama dengan pelaksanaan sistem yang sedang berjalan saat ini, di mana sekolah-sekolah cenderung membentuk paket-paket mata pelajaran yang mengarah pada pengelompokan minat siswa seperti IPA, IPS, dan Bahasa.
"Kami berharap sebaiknya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ini tidak perlu lagi menambah-nambah pekerjaan atau menambah istilah baru untuk mengembalikan jurusan dan sebagainya. Lebih baik fokus pada penguatan implementasi Kurikulum Merdeka yang sudah berjalan," pungkas Mansur, menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada perbaikan dan penyempurnaan sistem yang ada daripada melakukan perubahan yang dianggap tidak substansial.
Sebelumnya, telah diberitakan bahwa pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berencana untuk mengembalikan sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Abdul Mu'ti, di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, pada Jumat (11/4/2025).
"Jurusan di SMA akan kita hidupkan lagi. Jadi, nanti akan ada jurusan lagi, yaitu IPA, IPS, dan Bahasa," kata Menteri Abdul Mu'ti saat memberikan keterangan kepada awak media.
Meskipun telah memastikan adanya rencana penghidupan kembali jurusan-jurusan tersebut, Mendikbudristek Abdul Mu'ti belum mengungkapkan tanggal pasti kapan implementasi sistem penjurusan di SMA akan kembali diberlakukan.
Menteri Abdul Mu'ti menjelaskan bahwa salah satu alasan utama pengembalian sistem penjurusan di SMA adalah untuk menunjang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang direncanakan akan menggantikan Ujian Nasional (UN).
TKA pada jenjang SMA rencananya akan mulai dilaksanakan pada bulan November 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa kemungkinan besar sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa akan kembali diterapkan pada tahun ajaran ini juga.
Dalam format TKA yang akan diterapkan, materi yang diujikan nantinya adalah pelajaran-pelajaran yang biasanya dipelajari oleh siswa sesuai dengan minat dan bakat mereka. Oleh karena itu, pemerintah merasa perlu untuk mengaktifkan kembali sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa, seperti yang pernah berlaku beberapa tahun sebelumnya.
"Dalam TKA itu nanti akan ada tes yang wajib, yaitu Bahasa Indonesia dan Matematika. Ini berlaku untuk semua siswa. Kemudian, untuk mereka yang mengambil jurusan IPA, mereka boleh memilih tambahan tes antara Fisika, Kimia, atau Biologi," ujarnya.
"Untuk yang mengambil jurusan IPS juga begitu. Mereka akan ada tes wajib Bahasa Indonesia dan Matematika, kemudian boleh memilih tambahan tes apakah itu Ekonomi, Sejarah, atau ilmu-ilmu lain yang ada dalam rumpun ilmu-ilmu sosial," jelas Menteri Abdul Mu'ti lebih lanjut mengenai format TKA yang direncanakan.
Tanggapan dari FSGI ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara organisasi guru dan pemerintah terkait dengan implementasi Kurikulum Merdeka dan rencana pengembalian sistem penjurusan di SMA.
Perdebatan mengenai kurikulum dan sistem pendidikan di Indonesia memang selalu menjadi perhatian publik, mengingat dampaknya yang besar terhadap kualitas sumber daya manusia di masa depan.